Terapi Aktivitas Produktif sebagai Jalan Pemulihan dan Inklusi Sosial bagi ODDP di Purworejo

Senin, 30 Juni 2025

Dalam perjalanan menuju masyarakat yang inklusif dan ramah disabilitas, langkah kecil yang diambil bersama seringkali menghasilkan perubahan besar. Salah satu langkah penting tersebut kini tengah dijalankan melalui kegiatan Terapi Aktivitas Produktif (TAP) di berbagai desa di Kabupaten Purworejo. Melalui dukungan proyek Every Life Matters, TAP menjadi pendekatan pemulihan berbasis masyarakat (RBM) yang tidak hanya memulihkan individu secara psikososial, tetapi juga merekatkan hubungan sosial dan membangun ekosistem dukungan yang kuat melalui Kelompok Difabel Desa (KDD). TAP bukan sekadar pelatihan keterampilan, tetapi menjadi sarana pemulihan yang menghubungkan kembali ODDP dengan masyarakat melalui ruang yang inklusif dan partisipatif.

Sebelum Terapi Aktivitas Produktif (TAP) hadir, banyak ODDP di desa merasa ragu untuk keluar rumah, apalagi bergabung dalam kegiatan masyarakat. “Saya dulu takut ketemu orang. Rasanya malu dan bingung mau mulai dari mana,” ungkap seorang ODDP dari Desa Borokulon. Ia adalah satu dari delapan penyintas yang mengikuti pelatihan membuat kemoceng dari plastik dan serat sintetis. Kegiatan ini tidak hanya membekali keterampilan tangan, tetapi juga menjadi terapi bagi konsentrasi, koordinasi motorik, serta yang paling penting: interaksi sosial yang sehat.

Kegiatan Terapi Aktivitas Produktif (TAP) yang dilaksanakan di sembilan desa ini dirancang untuk sesuai dengan potensi dan konteks lokal. Di Desa Malangrejo, misalnya, Terapi Aktivitas Produktif (TAP) diwujudkan melalui pelatihan menanam apotik hidup seperti jahe, kunyit, kencur, dan laos di lahan kosong milik desa. Para peserta menggali tanah bersama, menanam rimpang sambil bercakap, dan saling belajar dari petani lokal. Meski sederhana, aktivitas ini membuka ruang bagi ODDP untuk bergerak aktif, merasa terlibat, dan membangun kembali rasa percaya dirinya. “Saya jadi tahu cara tanam yang benar. Nanti mau coba di halaman rumah,” ujar seorang ODDP yang sebelumnya hampir tidak pernah beraktivitas di luar rumah.

Yang menarik, perubahan tidak hanya terjadi pada ODDP, tetapi juga di lingkungan sekitar mereka. Para anggota Kelompok Difabel Desa (KDD) yang selama ini menjadi mitra pelaksanaan kegiatan, mulai melihat ODDP dengan cara berbeda. Mereka menyaksikan bahwa ketika diberi ruang dan dukungan, ODDP bisa hadir, bekerja sama, bahkan memberi energi positif bagi kelompok. Salah satu pengurus KDD mengaku, “Awalnya kami ragu. Tapi ternyata mereka sangat antusias dan telaten. Malah jadi semangat bagi kami yang mendampingi.”

Proses ini juga mempererat hubungan antaranggota KDD dan ODDP, yang sebelumnya nyaris tidak saling mengenal. Melalui Terapi Aktivitas Produktif (TAP), mereka duduk bersama, berdiskusi, saling membantu, dan mulai menyatu sebagai komunitas yang saling peduli. KDD pun tidak lagi berperan sebagai pelaksana teknis, tetapi juga sebagai teman, pendamping, dan penyokong proses pemulihan ODDP. Bahkan dalam beberapa kasus, KDD ikut membantu menjualkan produk hasil pelatihan, seperti kemoceng atau telur asin, yang dibeli oleh pemerintah desa dan kecamatan. Ini menjadi bentuk nyata pengakuan sosial dan ekonomi bahwa ODDP memiliki potensi dan kontribusi.

Pendamping dari proyek maupun kader desa juga menjadi saksi dari proses pemulihan ini. Mereka mengamati dengan dekat bagaimana perubahan demi perubahan kecil terjadi: dari ODDP yang awalnya hanya duduk diam, menjadi aktif bekerja, mulai berbicara, bahkan bercanda. Pendamping turut memfasilitasi pemantauan rutin pasca pelatihan, dengan memastikan ODDP yang membawa pulang bahan baku tetap dibimbing dan dihargai atas usahanya. “Kami tidak menargetkan hasil besar. Tapi saat mereka bisa bangga menunjukkan hasil buatannya, itu sudah sangat berarti,” kata seorang pendamping dari wilayah Banyuurip.

Apa yang terjadi di desa-desa ini menunjukkan bahwa pemulihan psikososial bukan hanya soal intervensi klinis, tapi juga soal membangun ruang sosial yang aman dan bermakna. Terapi Aktivitas Produktif (TAP) menjadi pintu masuk yang efektif, karena menggunakan aktivitas sehari-hari yang sederhana namun disusun secara inklusif dan penuh makna. Dengan dukungan dari pemerintah desa, kader, KDD, dan sesama warga, ODDP mulai merasa bukan hanya “dibantu”, tetapi diikutsertakan, dihargai, dan dianggap sebagai bagian yang utuh dari masyarakat.

Kini, ODDP di Purworejo tidak lagi berdiri sendiri. Mereka bertumbuh bersama KDD, bersama warga, dan bersama mimpi-mimpi baru yang perlahan mulai tampak wujudnya. Terapi Aktivitas Produktif (TAP) bukan akhir dari proses pemulihan, melainkan awal dari kehidupan yang lebih bermakna dan setara. Karena ketika masyarakat membuka ruang, penyintas bisa menunjukkan bahwa mereka mampu. Bukan karena tanpa keterbatasan, tapi karena mereka diberi kesempatan.